Wednesday, February 1, 2012

Bentuk bumi semakin gendut di katulistiwa




Bumi semakin besar di katulistiwa. Fakta itu terungkap dari penelitian terhadap data yang di kumpulkan oleh satelit Gravity Recover and Climate Experiment (GRACE) milik NASA dan German Space Agency. Disebutkan, bertambahnya penumpukan di katulistiwa itu disebabkan oleh pencairan es di Greenland dan Antartika.

Menurut Stave Narem, ilmuwan asal University of Colorado, Amerika Serikat, hingga 22 ribu tahun lalu, es hingga beberapa kilometer yang menyelimuti sebagian besar belahan bumi utara. Berhubung tekanan akibat bobot dari es di daratan telah berkurangkarena mencair, tanah di bawahnya telah memantul dan menyebabkan bumi menjadi lebih lonjong. “mirip dengan spons, dan dibutuhkan waktu yang cukup lama agar bumi kembali kebentuk asalnya,” kata Narem

Sebagai informasi, sejak awal pelanet bumi memang tidak bulat sempurna. Akibat perputaran rotasinya, air dipermukaan bumi lebih banyak tekumpul di kawasan katulistiwa dibandingkan dengan di kutup.



Para ilmuwan sendiri mengamati terjadinya “penyusutan lemak” di lingkaran khatulistiwa. Akan tetapi kemudian terjadi perubahan. Di sekitar pertengahan 1990-an, diketahui bahwa tren telah berbalik dan bumi kembali “gendut di lingkar pinggangnya”, sama seperti bola yang di tekan dari atas dan bawahnya. Namun mereka tidak memiliki alat untuk memastikan mengapa hal itu bisa terjadi, hingga baru-baru ini.

Dengan GRACE, peneliti dapat menguji coba teori yang mengatakan bahwa hilangnya es merupak factor pengubah bentuk pelanet bumi. GRACE mengambil gambar dari permukaan bumi setiap 30 hari sekali sehingga memungkinkan peneliti memantau perubahan massa es terhadap perubahan gravitasi. Jadi, jika ada perubahan terhadap bentuk bumi, makan akan ada perubahan terhadap distribusi massa. Akibatnya, medan gravitasi berubah.

Peneliti menemukan, mencairnya gletser di Greenland dan kutub selatan merupakan kontributor terbesar terhadap membengkaknya “longkar pinggang” bumi karena banyaknya air yang dibawa ke khatulistiwa. Menurut data, dua belahan bumi kehilangan 382 miliar ton es per tahunnya. Berkurangnya beban yang perlu ditanggung benua memungkinkan tanah untuk naik dan membuat planet menjadi lebih bulat, namun proses ini memerlukan waktu ribuan tahun. Sementara itu, pertumbuhan kekebalan di katulistiwa mencapai 0,7 centimater per decade.

Saat ini, kata Narem, radius planet bumi 21 kilometer lebih besar di katulistiwa di banding di kutub. Artinya, titik paling jauh permukaan bumi dari inti bumi bukanlah di puncak everest, melainkan di puncak gunung berapi di Ekuador yang lebih dekat dengan katulistiwa. (National Geographic Indonesia/Abimanyu Pradipa)